Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
juga dan kecuali diyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.
Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan
atau mineral.
1.Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang
dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertent dipisahkan dari tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah
simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau
pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum
diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia
murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk
memenuhi persyarata minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh ,
antara lain adalah :
1.
Bahan baku simplisia.
2. Proses pembuatan
simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.
3. Cara penepakan dan
penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka
ketiga faktor tersebut haus memenuhi persyaratan minimalyang ditetapkan.
A. Pembuatan Simplisia
Secara Umum
1.
Bahan Baku
Tanaman obat yang menjadi
sumber simplisia nabati , merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan
liar atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh
dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam
dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan
dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman yang
sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman simplisia dapat di
perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan berupa
tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga. Tanaman Obat Keluarga adalah
pemanfaatan pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam tumbuhan obat.
2.
Dasar Pembuatan Simplisia
a. Simplisia
dibuat dengan cara pengeringan
Pembuatan simplisia
dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat, tetapi dengan suhu yang
tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan
simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu yang tinggi
akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk
mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur
panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan
tidak mengalami kerusakan.
b. Simplisia
dibuat dengan fermentasi.
Proses fermentasi
dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang
tidak diinginkan.
c. Simplisia
dibuat dengan proses khusus.
Pembuatan simplisia
dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati, penyaringan sari air dan proses
khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia
yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia
pada proses pembuatan memerlukan air.
Pati, talk dan sebagainya
pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus terbebas dari
pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.
3.
Tahap Pembuatan
Pada umumya pembuatan
simplisia melalui tahapan sebagai berikut :
A. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam
suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang
digunakan.
2. Umur tanaman yang
digunakan.
3. Waktu panen.
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen.
Waktu panen yang tepat pada saat bagian
tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang
terbesar.
Senyawa aktif terbentuk secara maksimal di dalam
bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai
contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid
hiosiamina mula-mula terbentuk dalam akar. Dalam
tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada
batang yang masih hijau. Pada tahun kedua batang
mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun
sedang pada daun kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid
hios'amina tertinggi dicapai I dalam pucuk tanaman pada saat
tanai an berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat
tanaman berbualz dan niakin turun ketika buah
makin tua. Contoh lain, tanaman Menthapiperita
muda mengandung mentol banyak dalanl daunnya.
Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun
tanaman ini dicapai pada saat tanaman tepat
akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul
dalam kayu tanaman yang telah tua. Penentuan
bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu
pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian.
Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan
umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.
Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik
dipanen pada pagi hari. Dengan demikian
untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu
dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa
aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.
Secara garis besar,
pedoman panen sebagai berikut :
1.
Tanaman yang pada saat panen
diambil bijinya yang telah tua seperti kedawung (Parkia
rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah
mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan
sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara
alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus
cornrnunis).
2.
Tanaman yang pada saat panen diambil
buahnya, waktu pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat
kemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada
buah seperti perubahan tingkat kekerasan misal labu merah
(Cucurbita n~oscllata). Perubahan warna, misalnya asam
(Tarnarindus indica), kadar air buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa
belimbi), jeruk nipis (Citrui aurantifolia)
perubahan bentuk buah, misalnya mentimun
(Cucurnis sativus), pare (Mornordica charantia).
3.
Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya
pengambilan dilakukan pada saat tanaman mengalami
perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada
saat itu penumpukan senyawa aktif dalam kondisi
tinggi, sehingga mempunyai mutu yang terbaik.
Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah kumis kucing
(Orthosiphon starnineus).
4.
Tanaman yang pada saat panen diambil
daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih yang telah
membuka sempurna dan terletak di bagian cabang
atau batang yang menerima sinar matahari sempurna. Pada daun
tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang
sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea
balsamifera).
5.
Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang,
pengambilan dilakukan pada saat tanaman telah
cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan,
sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan
antara lain menjelang musim kemarau.
6.
Tanaman yang pada saat panen diambil
umbi lapis, pengambilan dilakukan pada saat umbi
mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada
bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa).
7.
Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya,
pengambilan dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya
bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar
maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan,
menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini
keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar,
tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak
merusak tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan
untuk memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang
terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila
diperkirakan akan merusak senyawa aktif siniplisia
seperti fenol, glikosida dan sebagainya.
B. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang
dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan
asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran
lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba
dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena
itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut
dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
C. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah
dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur
atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Menurut Frazier (1978), pencucian sayur-sayuran satu
kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika
dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba
yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba
awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua
mikroba karena air pencucian yang digunakan
biasanya mengandung juga sejumlah mikroba. Cara sortasi dan
pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal
simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada
permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan
mikroba. Bakteri yang umuln terdapat dalam air
adalah Pseudomonas, Proteus,Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia. Pada
simplisia akar, batang atau buah dapat pula
dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi
jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah
mikroba biasanya terdapat pada permukaan
bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas
tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya
dilakukan dengan tepat dan bersih.
D. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu
mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia
dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil
jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan
utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan
dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus
sehingga diperoleh irisan tipis atau
potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan.
Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat
berkhasiat yang mudah menguap. Sehingga mempengaruhi komposisi
bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan
simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe,
kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang
terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk
mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam
pisau. Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari
selama satu hari.
E.
Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik
akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa
dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang
dan jasad renik lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat
bekerja,menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan
simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang
masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak
terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni
proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang
segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan
dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan
proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang
lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70
% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui
bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air
dalam simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, Waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia
tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses
pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga
diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama
penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya
"Face hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan
bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan
simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh
suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih
cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan
bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face
hardening" dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn
bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara
pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik
adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang
tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah
mungkin, misalnya 300 sampai
450 C, atau dengan
cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang
atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga
tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama
pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan.
Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya
dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
1.
Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa
aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua
cara pengeringan :
a.
Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk
mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu,
biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.
Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan
suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan
bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran
udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan
iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya
panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering.
F'IDC (Food Technology Development Center IPB) telah merancang dan
membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari
tersebut ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu.
Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap
tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba
turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang
telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan
simplisia.
b.
Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman
yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif
mudah menguap.
2.
Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan
dengan sinar matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu
dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban,
tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah
sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu,
kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke
dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah
disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan
suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup
baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh
simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih
merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh
keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3
hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia
kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering
dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai
8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat
tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya.
Beberapa simplisia yang dapat tahan lama dalam penyimpanan jika kadar
airnya diturunkan 4 sampai 8%, sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat
tahan selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.
F.
Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotoran-pengotoran lain yang masill ada dan tertinggal pada sirnplisia
kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian
disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan
dengan atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah
akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula
adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang
tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.
G. Penyimpanan dan
Pengepakan
Sirnplisia dapat rusak,
mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor luar dan dalam, antara lain
:
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang
tertentu dapat menimbulkan perubahan kimia pada simplisia, misalnya
isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat
mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi oksidasi
dan perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk simplisia, misalnya, yang
semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan
sebagainya.
3. Reaksi kimia intern :
perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat disebabkan oleh reaksi kimia
intern, misalnya oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih
rendah dari simplisia, maka simplisia secara perlahan-lahan akan
kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin mengecil (kisut).
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya
agar-agar, bila disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap
lengas udara sehingga menjadi kempal basah atau mencair.
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat
disebabkan oleh berbagai sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi
hewan, bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah) dan fragmen wadah
(karung goni).
7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan
kerusakan dan pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh
bentuk dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi
juga sisa-sisa metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman
benang bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia
terlalu tinggi, maka simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul
tidak hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak
susunan kimia zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat
mengeluarkan toksin yang dapat mengganggu kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar